Travel Semeru Bikin Malu Semarang: Penumpang Dijanjikan Armada, Malah Ditinggal di Trotoar Dua Jam
JEPARA, pertapakendeng.com. Buruknya pelayanan transportasi darat kembali mencoreng citra Semarang sebagai kota jasa. Kali ini, Travel Semeru yang berkantor di Jl. Imam Bonjol No. 201–203, Dadapsari, Semarang, menjadi sorotan tajam setelah diduga menelantarkan penumpang tanpa konfirmasi, tanpa armada, dan tanpa rasa tanggung jawab.
Korban ketidakprofesionalan ini adalah Abdul (35), warga Jepara, yang sudah memesan tiket perjalanan dari Semarang ke Jepara untuk jadwal keberangkatan Sabtu (1/11) pukul 08.00 WIB. Namun, apa yang ia terima hanyalah janji palsu dan penantian tanpa akhir di depan Plaza Metro Semarang. Selama lebih dari dua jam, ia berdiri di trotoar menunggu armada yang tak pernah datang.
“Tidak ada pemberitahuan, tidak ada sopir yang menghubungi. Kami benar-benar ditelantarkan. Padahal saya sudah berkali-kali konfirmasi,”
— ujar Abdul dengan nada kecewa.
Peneleponan dan pesan WhatsApp yang dikirim berkali-kali pun diabaikan oleh pihak travel. Seolah pelanggan bukan manusia, melainkan angka tak berarti di daftar pemesanan.
UU Perlindungan Konsumen Bukan Pajangan
Kasus ini jelas bukan sekadar “misskomunikasi”. Ini pelanggaran hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Pasal 4, konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa.
Sementara Pasal 7 menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur serta bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
Bahkan, Pasal 19 ayat (1) mewajibkan pelaku usaha memberi ganti rugi atas kerugian akibat jasa yang diperdagangkan. Artinya, penelantaran Abdul bukan hanya kesalahan etika — tapi berpotensi pelanggaran hukum.
"Ini bukan cuma tentang saya. Kalau dibiarkan, akan banyak korban lain. Kami berhak atas pelayanan yang manusiawi dan profesional,”
— tegas Abdul yang kini berniat melapor ke YLKI Semarang.
Klarifikasi Hambar: ‘Misskomunikasi’ Jadi Tameng
Dalam pesan klarifikasi yang dikirim lewat WhatsApp, pihak Travel Semeru berdalih adanya “miskomunikasi” dan overload pada akhir pekan.
“Kami mohon maaf sekali ya kak atas adanya misscom terkait pemesanan bapak… kami overload baik dari chat maupun penumpang di pool,”
— tulis pihak travel.
Namun, alasan itu justru membuka borok sistemik. Bagaimana mungkin perusahaan travel sebesar itu tidak memiliki SOP penanganan pelanggan saat akhir pekan yang notabene waktu tersibuk? Mengapa tidak ada verifikasi ulang kepada calon penumpang?
Apakah pantas konsumen yang sudah membayar justru harus menebak sendiri nasib keberangkatannya?
Abdul bahkan mengaku harus mengutus ojek online ke kantor travel hanya untuk memastikan apakah dirinya benar-benar ditinggalkan.
“Kalau tidak begitu, mungkin kami bisa terlantar seharian,” ujarnya getir.
Tanda Bahaya bagi Dunia Transportasi
Peristiwa ini menampar wajah industri travel di Jawa Tengah. Di tengah maraknya digitalisasi dan promosi layanan “prima”, praktik seperti ini menunjukkan bahwa janji sering kali lebih cepat berangkat daripada armadanya.
Pelanggaran semacam ini bukan sekadar kelalaian operasional — ini bentuk pengabaian terhadap martabat pelanggan.
Ketika perusahaan jasa hanya mengejar omzet tanpa tanggung jawab, saat itulah transportasi publik kehilangan ruhnya: pelayanan untuk manusia.
Instansi seperti Dinas Perhubungan, BPKN, dan YLKI perlu turun tangan. Jika tidak, maka kasus-kasus seperti ini akan terus menumpuk — menelantarkan kepercayaan publik bersama para penumpang yang tertipu janji.
Pertanyaan untuk Travel Semeru
- Di mana SOP Anda saat overload penumpang?
- Mengapa tidak ada sistem otomatis konfirmasi atau pembatalan?
- Apakah pelanggan harus bersabar di trotoar baru dianggap konsumen?
Jika Travel Semeru tidak segera berbenah, maka publik akan mengingat mereka bukan sebagai penyedia jasa transportasi —
tetapi sebagai simbol buruknya pelayanan dan lemahnya tanggung jawab moral bisnis travel di Jawa Tengah.
“Untuk apa aturan dibuat kalau tak dipatuhi? Untuk apa slogan ‘pelayanan prima’ kalau kenyataannya penumpang ditinggalkan di trotoar?”
Peringatan keras ini bukan sekadar untuk Travel Semeru, tapi untuk semua pelaku transportasi yang lupa bahwa kepercayaan pelanggan tak bisa dibeli, hanya bisa dijaga.
(Petrus)


0 Komentar