Sekda Demak Gagap Jawab Hibah Rp6,8 M untuk Kejaksaan, Publik Curiga Ada “Sogokan Halus

DEMAK – Gelagat tak beres dalam pemerintahan Kabupaten Demak mencuat ke permukaan. Sorotan publik mengarah tajam ke Sekretaris Daerah (Sekda) Demak, Akhmat Sugiharto alias Aseng, yang akhirnya angkat bicara soal hibah fantastis senilai Rp6,847 miliar kepada Kejaksaan Negeri Demak.

Di hadapan para wartawan yang menemuinya di kantor Pemkab Demak pada Senin, 17 Juni 2025, Aseng membenarkan bahwa hibah tersebut dialokasikan melalui skema pembangunan gedung baru Kejaksaan Negeri Demak. Ia beralasan, saat penganggaran, kondisi APBD memungkinkan dan telah disetujui oleh Banggar DPRD.

Namun, pernyataan itu justru mengundang tanya bertubi-tubi dari jurnalis. Pasalnya, kondisi fisik gedung kejaksaan saat ini masih layak dan fungsional, hanya ditemukan kerusakan ringan di bagian atap belakang. Bahkan ketika ditanya apakah perbaikan atap bisa menguras dana miliaran, Sekda tampak kebingungan dan memberikan jawaban ngambang.

“Anggaran itu bukan hanya untuk perbaikan, tapi pembangunan gedung,” katanya.

Situasi makin memanas ketika wartawan media hukum dan kriminal, Eko, menyindir logika anggaran tersebut.

“Kalau gedung lama dua lantai, dan anggaran Rp6 miliar digunakan untuk bangun baru, bisa jadi lima lantai tambahan dong? Jadi total tujuh lantai?” celetuknya tajam.

Lagi-lagi, Aseng tidak bisa memberi kepastian, hanya menyebut bahwa itu masih dalam tahap perencanaan satker teknis.

Aseng Gelagapan soal Regulasi Hibah

Saat dicecar soal landasan regulasi pemberian hibah ke instansi vertikal, Sekda tampak kembali kehilangan arah. Ia hanya menyebut bahwa kejaksaan memang pernah mengajukan permohonan, tanpa menjelaskan secara detil mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Kajari lama sudah pernah mengajukan. Yang sekarang juga mengajukan,” jawabnya singkat.

Pegiat: Ini Berpotensi Jadi "Sogokan Halus"

Pemberian hibah ini langsung menuai kecaman dari masyarakat dan aktivis sipil. Salah satunya dari AR Hariyadi, S.IP, pegiat sosial asal Demak yang kini bermukim di Candisari, Semarang.

Menurut Hariyadi, hibah daerah kepada instansi vertikal bisa saja dilakukan asal memenuhi asas urgensi, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat sebagaimana diatur dalam Perbup Demak No. 22 Tahun 2021. Namun dalam kasus ini, indikasi pelanggaran asas-asas itu sangat kuat.

“Kalau tetap dipaksakan, publik bisa curiga ini bukan bantuan, tapi cara halus Pemda meredam kejaksaan agar tak terlalu tajam menangani kasus APBD,” ujarnya tajam.

Ia juga menegaskan, regulasi daerah jangan dilanggar sendiri, apalagi hanya demi proyek yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Kritik: Gedung Masih Layak, Kenapa Harus Dibangun Lagi?

Secara kasat mata, kondisi fisik gedung Kejari Demak masih sangat representatif untuk pelayanan hukum. Maka publik bertanya-tanya: mengapa harus dibangun baru dengan dana hampir Rp7 miliar dari kantong rakyat? Apakah urgensinya benar-benar nyata, atau ada maksud terselubung?

Gelagat gagap Sekda, ketidakjelasan urgensi, hingga kaburnya regulasi yang dijadikan dasar, semakin memperkuat dugaan bahwa hibah ini penuh kejanggalan. Jika tak segera dievaluasi secara terbuka dan transparan, bukan tidak mungkin isu “hibah berbalut kepentingan” ini akan menjadi skandal kepercayaan publik terbesar di Kabupaten Demak.

“Rakyat butuh layanan, bukan permainan. Jangan jadikan APBD alat sogok kekuasaan,” tutup Hariyadi pedas.

Petrus.

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html