Riyanta, S.H. Soroti Temuan Uang Rp 920 M dan 52 Kg Emas Batangan di Rumah Mantan Pejabat MA: "Rusak Negeri Ini"

SEMARANG- Riyanta, S.H, Ketua Umum GJL dan Gamat lebih banyak menyoroti kebijakan pemerintah dan kasus-kasus kejahatan mafia tanah. Siang ini (22/06/2025), pukul 13.00 WIB, Mantan Anggota DPR RI periode 2019-2024, gelar konferensi pers di Jl. Letnan Jenderal S. Parman No.60, Gajahmungkur, Kec. Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah. 

Riyanta, S.H, Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus dan Gerakan Anti Mafia Tanah 

Gerakan Anti Mafia Tanah yang dikenal dengan nama GAMAT dan GJL (Gerakan Jalan Lurus) adalah Ormas yang telah memiliki legalitas berdasarkan administrasi hukum umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), yang ditetapkan pada tanggal 27 September 2018 di Jakarta.

Lahirnya Ormas ini dilatar belakangi oleh rasa keprihatinan para Dewan Pendiri, yakni Riyanta, S.H dan Kawan-kawan terhadap merosotnya kwalitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka menyoroti maraknya kasus-kasus kejahatan KKN (Korupsi, kolusi dan Nepotisme). Dimana kasus-kasus kejahatan tersebut merugikan banyak pihak, tak terkecuali baik itu elit politik, seorang jendral, mantan jendral, terlebih masyarakat, baik kalangan atas maupun bawah. Hal tersebut akan lebih parah lagi apabila menimpa kepada masyarakat yang miskin secara politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Pada Dasa Warsa terakhir semenjak kepemimpinan Presiden Jokowi, yang dinilai sangat memprihatinkan adalah maraknya kejahatan dalam bidang pertanahan atau yang lazim disebut Mafia Tanah. Sedangkan penanganan laporan kejahatan dengan obyek tanah, baik DPR, Presiden, Kapolri, Satgas Mafia Tanah, BPN, Ormas, dan LSM, tidak mampu memberikan kepastian hukum secara tuntas, atau menjadi solusi sesuai ekspektasi masyarakat.

ATR/BPN yang diharapkan menjadi Lembaga Penyelesaian Konflik Sengketa Tanah atas nama Negara juga tidak dapat memberi dan menjadi harapan masyarakat.

Polri yang saat ini kebanjiran laporan maupun pengaduan kejahatan pertanahan, juga belum maksimal dapat melayani dan memproses secara pidana karena sumber daya yang terbatas. Penyidiknya yang kurang memadai dan tidak sebanding dengan jumlah perkara yang masuk, anggarannya yamg minim dari APBN, disertai dengan penguasaan materi hukum yang minimalis dan lain-lain.

Namun yang dinilai sangat menyedihkan dan memprihatinkan adalah di tingkat Pengadilan, pasalnya, Mafia Peradilan dalam hal kasus pidana, perdata, administrasi dengan obyeg tanah, masyarakat memastikan bahwa permainannya sangat kotor. Di benak masyarakat tertulis jelas dengan tinta merah darah, "apapun perkaranya, asal punya uang bisa dipastikan menang, walaupun yang pemenangnya pada hakikatnya pada yang posisi salah". Tetapi kemenangan tersebut didukung bukti palsu, saksi palsu, dokumen palsu, dan Ahli palsu, namun demikian akan tetap memenangkan kasusnya. Ironisnya, meskipun secara naluriah dan akal sehat, dengan dukungan dokumen yang valid dan benar, namun karena pertimbangan hukum, pemilik yang sebenarnya ini justru menjadi Nara pidana dan kehilangan tanahnya.

Sampai di sini, karena bobroknya penerapan hukum oleh negara maupun lembaga yudikatif, slogan hukum sebagai panglima sudah tidak lagi dipercaya. Pasalnya, slogan hukum sebagai panglima yang menggema setiap saat di seantero Nusantara, namun praktiknya hukum sudah tidak lagi berkiblat kepada tujuan hukum itu sendiri yakni demi keadilan dan kemanusiaan, tetapi hukum justru menjadi alat kekuasaan bagi oligarki dan para mafia hukum yang bergentayangan di triple legal institutions, yakni Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

Coba berfikir! Betapa rusak institusi hukum kita? 

Telah ditemukan uang sejumlah Rp 920 milyard dan emas batangan seberat 52 kg di rumah seorang mantan pejabat MA, dan uang yang disita di rumah seorang hakim dan mantan Ketua PN Surabaya dan Jakarta selatan.

"Kita prihatin, rusak negeri ini, ini harus ada tindakan tegas dari pucuk pimpinan, yakni Bapak Presiden Prabowo Subianto", ujar Riyanta sedih.

Berdasarkan beberapa hal di atas, GAMAT dan GJL merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Presiden dan DPR (Partai Politik) supaya berkomitmen membabat habis mafia peradilan, mafia tanah dan mafia-mafia lainnya.
  2. Presiden memberi perhatian khusus (afirmasi), yakni membentuk satgas Intel khusus mafia tanah, dan libatkan masyarakat yang baik, LSM, Media, Ormas keagamaan, dll
  3. POLRI wajib diberdayakan secara maksimal dalam menangani laporan pidana pertanahan.
  4. Berikan kepercayaan kepada Polri untuk menangani laporan kejahatan tanah, dan masyarakat memiliki kapasitas pengawalan demi kebaikan, dan bukan menghujat.
  5. Satgas-satgas yang dibentuk pemerintah harus profesional dan proporsional betul, jangan hanya seperti macan ompong atau macan kertas.
  6. Babat habis oknom APH, khususnya hakim pada semua peradilan yang menangani pertanahan.
  7. Masyarakat mendukung dan mendorong Presiden dan DPR dalam penindakan mafia peradilan dan mafia tanah.

(Sumadi)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html