MTs Negeri Keling Diduga Tarik Pungli Kepada Siswa Berkedok Infaq
JEPARA- Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs N) Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, diduga menerapkan pungutan liar kepada orang tua/wali peserta didik sebesar Rp 720.000 per tahun atau Rp 60.000 per bulan dengan dalih infak.
Namun Sisnodo, Kepala Madrasah Negeri ini menampik bahwa penggalangan dana dengan sebutan infaq tersebut masuk kategori pungli, pasalnya, infaq ini bersifat sukarela dan sudah disepakati dalam rapat dengan komite sekolah dan orang tua siswa. Dana tersebut diklaim digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan karena dana BOS yang diterima sekolah dianggap tidak mencukupi.
Namun, kebijakan ini memunculkan pertanyaan: Apakah pungutan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)?
Pelanggaran Terhadap UU Sisdiknas?
Dalam Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas, disebutkan bahwa pendidikan dasar harus diselenggarakan tanpa memungut biaya.
Sebagai sekolah negeri yang dibiayai oleh negara dan menerima dana BOS, MTs Negeri Keling seharusnya tidak melakukan pungutan dalam bentuk apapun terhadap siswa.
Pihak sekolah berdalih bahwa infaq ini sudah disepakati orang tua dan tidak bersifat paksaan.
Namun, jika dalam praktiknya orang tua merasa terpaksa membayar karena tekanan psikologis atau adanya konsekuensi bagi siswa yang tidak membayar, maka ini dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli).
Infaq Sukarela atau Pungutan Terselubung?
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, sekolah negeri tidak boleh menentukan nominal pungutan yang wajib dibayar siswa. Sumbangan dari masyarakat harus benar-benar sukarela dan tidak boleh ada unsur paksaan.
Dalam kasus MTs Negeri Keling, nominal Rp 720.000 per tahun telah ditentukan secara tetap, dan pembayaran dilakukan secara rutin.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sumbangan tersebut tidak sepenuhnya sukarela, melainkan sebuah kewajiban terselubung yang melanggar aturan.
Pihak sekolah seharusnya lebih transparan dan memastikan bahwa setiap pungutan sesuai dengan regulasi yang berlaku, serta tidak membebani orang tua siswa.
Pada Pasal 1 ayat 3 PMA Nomor 16 Tahun 2020, menjelaskan bahwa Bantuan Pendidikan yang selanjutnya disebut Bantuan adalah pemberian berupa uang, barang, atau jasa Oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua wali dengan syarat yang disepakati para pihak.
Pasal 11 ayat 3 PMA Nomor 16 tahun 2010 menyebutkan bahwa Komite Madrasah dapat menerima sumbangan rutin yang besarnya disepakati oleh orang tua/wali peserta didik, kepala madrasah, dan atau Yayasan bagi madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pada pasal ini menyebutkan, bahwa penggalangan dana itu dapat dilakukan bagi madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat atau sekolah swasta, dan tidak membenarkan bagi sekolah negeri yang sudah ada alokasi dana BOS.
Oleh karenanya, Masyarakat dan orang tua siswa yang merasa dirugikan akibat adanya pungutan liar, agar segera melaporkan kepada Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, atau Satuan Tugas Saber Pungli agar kebijakan ini dievaluasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peliputan : Petrus Edan
0 Komentar