MPK : Pengembang Ruko Semampir Tidak Ijin ke Pihak Manapun di Kabupaten Pati
P A T I- LSM MPK konsisten memperjuangkan masyarakat dalam mencari keadilan. Paguyuban PKL yang menyewa tanah PSDA di Desa Semampir selama 32 tahun dan membangun lapaknya dengan uangnya sendiri, diobrak-abrik oleh oknum pengembang tanpa kesepakatan dan terkesan sewenang-wenang terhadap rakyat kecil. MPK (Masyarakat Peduli Keadilan) hadir guna memberi pendampingan hukum dan all out membelanya. Dari hasil Investigasi MPK hasilnya mengatakan, bahwa pengembang tidak ada ijin dari pihak terkait, baik desa maupun pemerintah kabupaten, (29/01/24).
Di beberapa pemberitaan yang diunggah pengembang (Diana), dirinya dengan lantang mengatakan tindakannya sudah sesuai prosedur.
Ketua MPK LSM Masyarakat Peduli Keadilan cabang Kabupaten Pati menegaskan, bahwa tindakan Diana yang arogan dan mencoba mengkriminalisasi penghuni hingga ada yang sakit adalah suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan jelas tidak sesuai prosedur.
"Kami dari pihak LSM MPK pada tanggal 20/01/ 2025 Mengklarifikasi ke dinas terkait, yakni Dinas perijinan DPMPTSP, pihak DPMPTSP menegaskan bahwa pihaknya baru tahu kalau ada kegiatan pembangunan di area eks embung tanah PSDA Propinsi Jawa Tengah di Desa Semampir, jadi sesua keterangan Kades Semampir memang tidak ada ijin ke pemangku kepentingan, baik desa maupun kabupaten", kata Elfri Ketua MPK Pati kepada media.
Lanjutnya, "Dan kami dari MPK juga cross check ke kantor DPUTR Kabid Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pati, bapak Arief Wahyudi, S.T., M.M. guna menulusuri terkait ijin penggunaan tata ruang, Beliau mempertegas bahwa kegiatan itu pihaknya tidak mengetahui dan tidak diberitahu".
Elfri mengatakan jika pengembang-pengembang mengatakan sudah ijin dari Dinas PSDA (Pengelolaan Sumber Daya Air) Propinsi Jawa Tengah, itu sebatas hak sewanya, kalau hak pengelolaan berada di pemerintah kabupaten Pati.
Pelaku usaha yang melakukan kegiatan pembangunan harus ijin Mendirikan Bangunan yang sekarang jadi PBG yang harus diajukan pemilik sebelum pelaksanaan konstruksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (4) PP 16/2021.
Lebih lanjut Elfri menguraikan bahwa PBG meliputi proses konsultasi perencanaan dan penerbitan. Selanjutnya mengenai Persetujuan Bangunan Gedung sebagaimana pasal 253 sampai dengan pasal 262 PP 16/2021, PBG juga diatur dalam UU Cipta Kerja. Berdasarkan Pasal 24 angka 34 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 36A ayat (1) UU Bangunan Gedung, pembangunan bangunan gedung dilakukan setelah mendapatkan PBG.
Lalu, PBG diperoleh setelah mendapatkan pernyataan pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang menjadi kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
Selain sanksi administratif pelanggaran ini juga bisa berdampak pidana dan denda apabila tidak dipenuhinya ketentuan dalam UU Bangunan Gedung jo. UU Cipta Kerja. Jika pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan gedung tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan,
Maka atas perbuatannya tersebut berpotensi dipidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak 10% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain. Kemudian, jika mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup, pelaku berpotensi dipidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak 15% dari nilai bangunan gedung.
/Tim.
0 Komentar