Dinilai Tak Becus Bekerja, Warga Masyarakat Tuntut BPD Desa Mayong Lor Dipecat
JEPARA- Kekecewaan warga masyarakat atas kinerja BPD desa Mayong Lor akhirnya diselesaikan dengan mediasi dengan berbagai pihak di Aula Polsek Mayong, Selasa, 17 Desember 2024.
Diketahui bahwa perseteruan yang diadvokasi oleh JANTIKO (Jaringan Anti Korupsi) ini, terjadi sebagai akibat dari Kekecewaan warga masyarakat terhadap kinerja BPD dan Kepala Desa desa Mayong Lor, yang tidak segera mengajukan pengisian kekosongan perangkat desa.
Dari Kekecewaan tersebut, warga masyarakat desa Mayong Lor memasang spanduk dan menuntut agar BPD Desa Mayong Lor dicopot. Mereka beralasan, bahwa BPD yang tidak segera mendorong kepala desa untuk mengusulkan pengisian kekosongan perangkat desa dinilai tidak becus bekerja, dan hanya menghabiskan anggaran saja.
Yang sangat disayangkan, dalam upaya rekonsiliasi yang isinya akan dilakukan pengisian kekosongan perangkat desa tersebut, Petinggi justru menolak menandatangani kesepakatan hasil mediasi dengan alasan yang tidak jelas, meskipun akhirnya Petinggi terpaksa menandatangani setelah didesak oleh Camat, Kapolsek & Danramil.
Adapun hasil rekonsiliasi antara lain adalah, Pengisian kekosongan perangkat desa paling lambat bulan Mei 2025, Kinerja BPD diperbaiki, dan benner akan diturunkan.
Lebih dari itu, pada audensi tersebut Petinggi Budi Agus Triyanto justru melakukan upaya perlawanan terhadap aksi masa dalam mengawal pelaksanaan aspirasi masyarakat guna terwujudnya demokrasi. Petinggi justru mengerahkan lebih dari 200 pendukungnya yang terdiri dari ketua RT RW bersama istri, kelompok PKH & ibu-ibu PKK, sebagai demo tandingan atas upaya demokrasi warga.
Hal ini dinilai sebagai sikap seorang petinggi yang tidak responsif dalam mendengar dan menampung aspirasi masyarakat, yang seharusnya Petinggi sebagai seorang pejabat publik, mestinya mengakomodir suara masyarakat yang untuk selanjutnya dibahas dan diputuskan dalam rapat desa dengan BPB.
Sikap Petinggi yang menolak pengisian kekosongan perangkat desa itu justru memunculkan berbagai penilaian masyarakat. Sebagian masyarakat berasumsi, bahwa kekosongan perangkat desa tersebut justru dimanfaatkan oleh Petinggi dalam mengelola penggunaan hasil garapan atau sewa bengkok perangkat yang kosong.
"Kalau perangkat tidak diisi, yang mengelola bengkoknya siapa?, bisa saja kalau tidak diisi, bengkoknya dimanfaatkan oleh Petinggi sendiri, sedangkan pelayanan masyarakat terhambat karena tidak adanya perangkat desa yang kosong itu", ujar Syaiful HD Pembina Jantiko.
Masyarakat juga menilai, bahwa ini adalah permainan BPD dan Petinggi.
"Bisa saja ini semua memang sudah ada kesepakatan jahat antara BPD dengan Petinggi mas", ujar Yanto salah seorang yang turut lakukan aksi demo di Mapolsek Mayong.
(Toni)
0 Komentar