Untuk Kepastian Hukum Status Tanah SG Gugatan Sultan ke PT KAI Sudah Tepat
"Maka jika pihak Kasultanan mengklaim itu miliknya, harus melakukan upaya mediasi maupun litigasi atau melalui jalur pengadilan," tutur Ketua Gerakan Jalan Lurus (GJL) Riyanta kepada wartawan di sela diskusi bersama mahasiswa yang tergabung dalam Forum Muda untuk Indonesia, Minggu (16/11) di Bale Ayu Resto Jombor.
Dikatakan, persoalan pertanahan termasuk di DIY diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
"Demikian pula PT KAI bersikukuh sebagai aset karena berdasarkan UU 5/1960, semua tanah bekas hak barat swapraja dalam jangka waktu 20 tahun sejak UU PA diundangkan, tidak dikonversi, jatuh menjadi tanah negara", ungkap Riyanta.
"Kemudian mengenai siapa yang akan diberikan hak terhadap tanah bekas hak barat dan swapraja, mutlak menjadi kewenangan NKRI. Dengan ketentuan diprioritaskan, diistimewakan, didahulukan kepada masyarakat atau siapapun yang menguasai secara fisik," beber Riyanta.
Riyanta berharap, Pengadilan bisa memberikan putusan yang tepat sesuai dengan peraturan dan cerminan keadilan masyarakat atau keadilan substantif.
"Jangan sampai Pengadilan hanya dibuat untuk main-main dan membuat legitimasi palsu. Ini yang harus diketahui dan kemudian mengingatkan Pengadilan untuk tidak main-main," tandas Riyanta..
Dirinya prihatin bahwa saat ini Pengadilan diindikasikan sebagai sarang mafia peradilan, khususnya terkait obyek sengketa palsu, sengketa pura-pura, sengketa abal-abal, sengketa semu, sengketa fiktif atau sengketa dagelan. Dia mengatakan bahwa Saat ini Kraton Yogyakarta, berdasar Undang Undang (UU) nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY menginventaris lagi tanah SG.
Mantan Anggota DPR RI yang kini kembali ke profesinya sebagai advokat ini menyebutkan, bahwa DIY tetap mengacu UU 5/1960 setelah Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 Tentang Pemberlakuan Sepenuhnya UU 5/1960 di Propinsi DIY yang dilanjutkan dengan Perda 3/1984.
"Maka soal tanah yang saat ini diajukan perpanjangan HGB (Hak Guna Bangunan) dan menjadi terkatung-katung dengan alasan BPN (Badan Pertanahan Nasional) DIY menengarai sebagai SG, maka sesuai rekomendasi Lembaga Ombudsman Daerah (LOD), pihak BPN harus tetap memproses perpanjangan HGB," tegas Riyanta yang juga Ketua Gerakan Anti Mafia Tanah (Gamat) ini.
Sudah 30 hari lebih sejak Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) DIY memberikan rekomendasi (14/10) untuk BPN Yogya segera memproses perpanjangan ratusan HGB yang terkatung-katung. Maka jika tidak dilakukan pelayanan perpanjangan, BPN Yogya bisa dikategorikan melakukan mal-administrasi. "Ancamannya berkaitan dengan pelanggaran disiplin ASN yang diatur dalam UU 30/2014 Administrasi Pemerintahan dilanjutkan PP 94/2021 tentang Disiplin ASN," tegasnya
Apabila Penyelenggara pelayanan publik pada kantor BPN Kota Yogya tetap tidak melakukan langkah administrasi sesuai UU 30/2014, maka pemohon bisa melakukan upaya hukum dengan membuat laporan polisi dengan terlapor penyelenggara pelayanan publik Kantor BPN Kota Yogya dan sekitarnya, sesuai Pasal 421 KUH Pidana," tandasnya
Sebelumnya dalam diskusi yang diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ini, Riyanta memberikan motivasi dan semangat agar mahasiswa dengan idealisme-nya berani bersikap dan punya cita-cita yang tinggi untuk bangsa dan negara.
"Saat ini Presiden Prabowo Subiyanto menekankan Tri Sakti, yaitu berdaulat di bidang Politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan, harus mendapat dukungan mahasiswa dengan idealisme-nya. Mahasiswa yang berkepribadian bersih bisa menyampaikan ide-ide untuk ikutt mewujudkan dengan potensi yang dimiliki," tegasnya.
Di sisi lain, mahasiswa juga harus berani melakukan perlawanan terhadap bentuk-bentuk ketidakadilan dalam bernegara maupun pelanggaran hukum lainnya.
"Mahasiswa menjadi pemantik semangat dalam bernegara yang bersih," pungkas Riyanta.
(Sumadi)
0 Komentar