Penguasaan Negara Atas Beras Oleh : Entang Sastraatmadja

Dalam sebuah Focus Grup Diskusi (FGD) yang membahas topik "Politik Perberasan", muncul beragam pertanyaan, terkait dengan situasi dan kondisi perberasan saat ini. Diawali dengan pertanyaan betulkah sekarang bangsa ini tengah menghadapi "darurat beras", mengingat produksi beras secara nasional menurun cukup drastis, hingga ke pertanyaan benarkah penguasaan beras oleh Pemerintah hanya sekitar 8 - 10 %?


Jalannya FGD cukup hangat dan penuh dengan pemikiran baru. Terkait dengan turunnya produksi, banyak pandangan yang menyebut, hal ini terjadi karena adanya sergapan El Nino, membuat Pemerintah tak berdaya menghadapinya. Padahal, semua orang tahu, El Nino bukanlah hal yang pertana menyergap bangsa ini. Beberapa tahun lalu, kita pun dihadapkan pada El Nino dan saat itu mampu kita selesaikan dengan baik. 

Yang tak kalah menarik untuk disampaikan dari hasil FGD tersebut, munculnya persoalan naiknya harga beras di pasar. Melejitnya harga beras dengan kenaikan yang ugal-ugalan, membuat pertanyaan kritis, mengapa Pemerintah seperti yang tak berdaya mengendalikannya. Walau berbagai langkah telah ditempuh, harga beras tetap susah untuk dikembalikan ke harga semula. Harga Beras, malah jauh di atas HPP dan HET.

Pertanyaan kritisnya, ada apa sebetulnya dengan dunia perberasan saat ini ? Mengapa Pemerintah sampai tidak mampu mengendalikan harga beras ke angka yang wajar ? Apakah disebabkan oleh penguasaan beras oleh Pemerintah yang hanya sekitar 8 - 10 %, sehingga penentu harga beras di pasar ditentukan oleh dunia usaha yang menguasai beras sekitar 90 % ? Atau ada hal lain, yang hingga kini masih belum dapat ditemukan alasannya.

Ketika Pemerintah menetapkan beras sebagai komoditas politis dan strategis, mestinya kebijakan perberasan di negara ini, perlu di desain secara khusus dalam sebuah Grand Desain jangka panjang, lengkap dengan Roadmap pencapaiannya. Hal ini penting, karena Grand Desain yang disusun, akan menjadi landasan berpijak dalam melahirkan program perberasan ke depan.

Ketidakberdayaan Pemerintah dalam mengendalikan harga beras, menunjukan betapa kuatnya dunia usaha dalam "memainkan" harga beras di negeri ini. Buktinya, sekalipun Presiden Jokowi telah meminta kepada para pembantunya untuk mewujudkan harga beras yang wajar, namun permintaan tersebut tidak mampu dijawab. Harga beras tetap tinggi dan sulit untuk diturunkan.

Kita sendiri tidak tahu dengan pasti, mengapa Pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kewenangan sebagai penentu kebijakan, kok tidak mampu menurunkan harga beras yang kenaikan harganya terkesan gila-gilaan ini. Masyarakat sering mempertanyakan mengapa salah satu solusi menurunkan harga beras adalah panen raya ? Jawabannya menarik untuk dicermati lebih dalam lagi.

 Seorang peserta FGD malah mempersoalkan, apakah ketersediaan beras yang berkurang karena produksi turun menjadi penyebab penting kenaikan harga beras di pasar ? Atau ada penyebab lain yang membuat Pemerintah tak berkutik untuk mencarikan jalan keluarnya, mengingat Pemerintah hanya menguasai beras sekitar 8 - 10 %. Sisanya oleh kalangan swasta.

Menurunnya produksi beras dalam negeri, terpaksa kita kembali harus mengandalkan impor, selama produsen beras dunia masih ada yang mau mengekspornya. Pengalaman menunjukan, sekarang ini impor beras butuh perjuangan keras untuk memperolehnya. Untuk itu, sangat diperlukan adanya komitmen yang kuat dan lobi khusus diantara para pemimpin bangsa. 

Undang Undang No. 18/2012 tentang Pangan telah mengamanatkan dalam pembangunan dan penyelenggaraan pangan sangat dibutuhkan adanya Perencanaan Pangan yang baik dan berkualitas. Sayang, hingga kini soal Perencanaan Pangan belum dijadikan prioritas dalam pembangunan yang dilakoni selama ini. Pemerintah tampak lebih tertarik menghadapi Pilpres dan Pilkada Serentak 2024.

Perencanaan Pangan, termasuk di dalamnya soal perencanaan beras, sepertinya sangat mendesak untuk dilakukan dan tidak bisa lagi ditunda-tunda. Terlebih jika kita cermati semangat Pemerintah 20 tahun ke depan yang telah bertekad ingin memberi kado terbaik bagi Ibu Pertiwi dalam rangka peringatan 100 tahun Indonesia Merdeka pada tahun 2045 mendatang.

Grand Desan Perberasan Nasional 20 Tahun ke Depan, lengkap dengan Roadmap pencapaiannya, perlu segera kita miliki agar seabreg masalah perberasan dapat diantisipasi dengan jujur dan terbuka. Grand Desain ini, mesti mampu menghitung secara akurat, berapa sebetulnya produksi beras nasional yang dapat kita hasilkan per tahun ? 

Lalu, berapa sesungguhnya kebutuhan beras untuk keperluan konsumsi masyarakat, untuk cadangan beras Pemerintah dan untuk program bantuan pangan beras ? Dengan membuat perencanaan seperti ini, diharapkan kita akan mampu mengambil kesimpulan apakah kapasitas produksi beras yang ada bakal mampu mencukupi kebutuhan yang diperlukan ?

Tak kalah penting untuk disiapkan dalam desain perencanaan perberasan 20 tahun mendatang, berapa pantasnya penguasaan beras oleh Pemerintah ? Apakah seperti sekarang hanya sekitar 8 - 10 % ? Atau perlu ditingkatkan, sehingga Pemerintah tidak akan jadi bulan-bulanan kalangan swasta dalam mengatur dan mengendalikan harga beras pada angka yang wajar.

Semua harapan peserta FGD tentang perberasan, rupanya tidak tertuntaskan. Untuk itu, seluruh peserta sepakat agar disambung dengan FGD berikutnya. Beras adalah komoditas politik dan strategis. Beras memiliki kharisma tersendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Ayo kita hitung dengan serius berapa sebaiknya penguasaan beras oleh Pemerintah ?

 (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).

 FGD beras tak undang cuncun kurang afdhol, makanya bingung hasilnya spt itu...kenapa beras mahal? Sederhana, karena biaya produksi naik dan selama puluhan tahun petani padi merugi sehingga saat ini pemerintah mau memperbaiki kondisi hidup petani agar menjadi lebih baik.Tahun ini juga menjadi tahun pertama bagi indonesia dimana jumlah pertumbuhan penduduk secara malthus, telah melampaui kemampuan tanam dan produksi beras di tanah air.Namun kondisi harga beras relatif aman dan stabil karena pemerintah melindungi rakyat lewat cadangan beras pemerintah sebesar 3 juta ton atau setara kebutuhan 27 juta jiwa....Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi di tanah air jika 27 juta jiwa tidak dapat beli dan makan beras/nasi?

(M. Nurpianto)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html