Enam Bulan Laporan Dugaan Penganiayaan Anak di Bawah Umur, , Polres Grobogan Dinilai Lamban dan Jalan di Tempat

GROBOGAN - Jawa Tengah - Laporan Lestari sudah sejak tanggal 27 September 2023, ke Polres Grobogan atas dugaan penganiayaan berat kepada anaknya (Aditya Arisona) yang masih di bawah umur terkesan jalan di tempat.

Korban diduga dianiaya oleh segerombolan orang dari desa kemiri kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan pada 24/09/23. Dan pada 27 September 2023, Lestari melaporkan peristiwa tersebut di Polres Grobogan dan langsung ditangani oleh Reskrim unit PPA Polres Grobogan.

Korban sempat beberapa hari dirawat di RS Pendowo namun belum membaik. Pihak R.S. Pendowo pun menyarankan agar pasien AA dirujuk Ke RS di Daerah Semarang, dengan alasan kelopak matanya terjadi cedera cukup parah dan dikhawatirkan mengalami kebutaan. Namun karena keterbatasan biaya, lestari dan keluarga memutuskan untuk merawat korban di rumah, dengan dibantu pengobatan alternatif, (29/03/2024)

Ketika kondisi korban membaik dan sudah bisa diajak bicara, dengan didampingi oleh orang tuanya, maka media mencoba mengkonfirmasi korban tentang asal mula kejadian yang berakhir korban dikeroyok dan dianiaya oleh para terduga.

"Saya tidak tahu mas, tiba-tiba saya dikeroyok kurang lebih ada 10 orang yang tidak saya kenal, saya dipukul, ditendang, ada yang memukul dengan balok dan juga disiram dengan minuman beralkohol", terang korban AA.


"Kemudian saya dibawa ke polsek Gubug Grobogan, waktu itu saya dalam keadaan antara sadar dan tidak, di Polsek Gubug juga saya masih dianiaya (seperti terekam di vidio), setelah itu saya sempat di masukkan di dalam sel oleh petugas kepolisian", terang AA.

Dari informasi yang dihimpun pertapakendeng.com, bahwa terdapat 4 anak yang salah satunya adalah korban AA tersebut di Desa Kemiri Kec. Gubug Kab. Grobogan, empat anak ini bermaksud untuk mengambil sepeda motor di rumah teman mereka.

Sesampainya di rumah temannya, AA yang bermaksud pulang, tiba-tiba datang segerombolan orang yang tidak dikenal yang diduga warga desa kemiri. Tanpa berbasa-basi, gerombolan ini langsung menghakimi ke empat anak tersebut, karena dituding membawa sajam.

Namun menurut informasi dari salah seorang warga, bahwa tindakan gerombolan ini sebenarnya salah sasaran. Pasalnya, sebelumnya sudah ada kejadian tawuran antar sekolah di desa Kemiri.

Melihat kondisi putranya yang sangat mengenaskan, akhirnya lestari melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Grobogan. Lestari berharap APH dapat menjadi pelindung dan memberikan keadilan, serta pelakunya dapat mempertanggung-jawabkan tindakan main hakim sendiri tersebut.

"Saya berharap agar Polres Grobogan bertindak seadil-adilnya agar penganiaya anak saya bisa mempertanggungjawabkan perbuatanya", harap lestari.

Namun, 6 bulan sudah laporan berjalan, pelapor baru menerima satu kali SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) dari Penyidik Polres Grobogan.

Pada tanggal 21 Maret 2024 lestari di panggil di Polres Grobogan, tepatnya di Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), dengan tujuan untuk mediasi sama pihak terduga pelaku penganiayaan, karena tidak menemui titik temu kemudian pihak korban memutuskan agar proses hukum tetap berjalan.

Pada tanggal 01 April 2024, korban AA  justru mendapatkan panggilan dari Mapolsek Gubug Grobogan untuk dimintai keterangan sebagai terlapor. Lagi-lagi hal ini dinilai janggal, pasalnya, kasus ini ditangani di Mapolsek, yang seharusnya ini ditangani Polres unit PPA, dikarenakan anaknya masih di bawah umur.

Di sini terlihat, bahwa APH tidak bertindak profesional, ada apa sebenarnya APH Polres Grobogan? Laporan Lestari sudah 6 bulan tidak ada perkembangan, tiba-tiba korban AA malah dilaporkan? Bisakah APH Polres Grobogan bertindak adil?

Menurut informasi dari beberapa sumber, pasca kejadian para korban (keluarga) diintimidasi agar tidak melaporkan peristiwa tersebut ke APH, sehingga sebagian dari korban tidak berani lapor.

Untuk itu Lestari berharap kepada Kapolda Jawa Tengah dan Kapolri agar mengingatkan pada para penyidik untuk dapat bekerja sesuai kode etik kinerja Polri sesuai dengan salam presisi dan berlaku adil. Sebab jelas, bahwa apa yang dialami AA ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dan pasal 351 jo pasal 170 KUHPidana penganiayaan secara bersama-sama. 

Demikian pula kepada Komnas HAM Perlindungan Anak, supaya dapat membantu memberikan perlindungan hukum terhadap korban AA.

Dari beberapa kejanggalan pada kasus ini, mungkinkah ada orang kuat di belakangnya? Ini saatnya Polri diuji.

(Sutarso).

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html