KepBup Kudus Tentang Perpanjangan Penundaan Tahapan Pengisian Perangkat Desa Tahun 2022 Dianggap Ngawur dan Mencla-Mencle
KUDUS- Kuasa Hukum Garank 1 menganggap Keputusan Bupati Kudus Nomor: 141/92/2023, Tentang Perpanjangan Penundaan Tahapan Pengisian Perangkat Desa Tahun 2022 adalah ngawur dan tak bermutu.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sukis Jiwantomo, S.H., M.H., saat dimintai tanggapan awak media terkait perpanjangan Penundaan pelantikan Perades tersebut, Kamis, 19/04/23.
Dia membeberkan, dalam KepBup antara lain berbunyi;
a. Kepala Desa mengangkat Perangkat Desa dengan Keputusan Kepala Desa, yang semula tanggal 28 April 2023, ditunda pelaksanaannya menjadi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan pengadilan tingkat pertama, atas gugatan Nomor Perkara 26/Pdt.G/2023/PN.Kds.
b. Pelantikan Perangkat Desa oleh Kepala Desa, sebagaimana poin (a) ditayangkan di aplikasi Ecourt Mahkamah Agung Republik Indonesia.
c. Perangkat Desa mengucapkan sumpah/janji di hadapan Kepala Desa, BPD, Panitia Pengisian Tingkat Desa, dan Tokoh/Pemuka Masyarakat lainnya dalam Wilayah Desa yang bersangkutan, sebagaimana poin (a) di atas.
Menurut Pengacara kawakan ini, bahwa Keputusan Bupati adalah satu produk hukum yang seharusnya mengandung dan menjunjung nilai-nilai kepastian, kemanfaatan dan keadilan. Artinya suatu keputusan dibuat untuk bisa diaksanakan, sehingga ada kepastian hukum yang akhirnya memberikan nilai kemanfaatan bagi Pemerintah Desa dan rasa Keadilan bagi seluruh peserta seleksi Perades.
"Terkait nilai kepastian hukum, Keputusan yang sebelumnya kan belum tiba dan belum pula dilaksanakan, kok sekarang sudah dirubah lagi dengan keputusan baru, lalu di manaaa letak Kepastian hukumnya?
Apakah itu yang dimaksud dengan Kepastian Hukum????
Seharusnya produk hukum itu dibuat tidak ngawur, dan yang lebih ngawur lagi, keputusan ini justru memberikan payung bagi pihak-pihak yang tidak lulus ujian perades", ujar Sukis coba bertanya.
"Kami berharap, bahwa Bupati itu bisa menerbitkan Kepbup yang bisa digunakan sebagai payung hukum bagi seluruh pihak, sehingga berjalannya tahapan pengisian perades mempunyai nilai kepastian Hukum dan bisa berjalan sesuai regulasi yang sudah ditetapkan", himbau Sukis.
Sukis Jiwantomo juga menyinggung perihal nilai Kemanfaatan. Dia pun menilai Kepbup tersebut tidak manfaat dan justru kontra produktif.
Lebih lanjut Sukis menilai, hal ini sama artinya memperpanjang kekosongan jabatan di Pemerintah Desa. Hal ini berdampak timbulnya ketimpangan dan kurang optimalnya pelaksanaan pemerintahan desa dalam pelayanan kepada masyarakat.
"Selain itu, efek beberapa kali tertundanya pelantikan Perades ini juga menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat", tandas Sukis.
Sukis menyebut, bahwa Kepbup dibuat dengan pertimbangan untuk memenuhi rasa keadilan. khususnya bagi para peserta Perades Rangking 1 yang berhak dilantik menjadi Perangkat Desa.
"Seharusnya pelantikan dilaksanakan pada 28 April tahun ini, namun tertunda lagi, semakin tak menentu dan terkatung-katung pelaksanaannya, jan ngawur tenan!", ujarnya kesal.
Berdasarkan hal tersebut, menurut Sukis Jiwantomo bahwa Kepbup tersebut adalah Keputusan yang ngawur alias mencla-mencle.
"Oleh karena itu, kami akan mendesak Kejaksaan Negeri Kudus agar segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan terhadap ontran-ontran ini, sebab kami mensiyalir banyak peserta yang sudah setor uang kepada para oknum pejabat di Kudus, namun yang bersangkutan tidak lulus untuk mendapatkan rangking 1, ini akhirnya menjadi beban bagi para oknum titipan tersebut, selain daripada itu konsideran dalam dictum menimbanng juga asal bunyi", tandas Sukis Jiwantomo.
Menurut Dosen Ilmu Hukum ini, sesuai azas presumtio iustae causa, di sana menyebutkan bahwa, demi kepastian hukum, setiap KTUN yang dibuat harus dipandang benar berdasar hukum, sehingga harus diterapkan terlebih dahulu sepanjang belum ada pembuktian kebalikannya dan diputuskan oleh hakim administrasi selaku keputusan yang sifatnya melawan hukum.
Atas dasar uraian di atas, maka tahapan harus tetap berjalan. Adapun adanya gugatan dari pihak-pihak yang tidak puas, tidaklah serta merta dapat menghentikan proses tahapan. Apalagi dasar penundaan adalah gugatan dari Pansel Desa.
"Lha kerugian apa yang diderita Pansel Desa, hingga mengajukan gugatan?, ini ngawur!!, Kami akan mengujinya lewat Peradilan TUN", pungkas Sukis, Praktisi hukum ini.
(Sumadi)
0 Komentar