GJL Kawal Pemilik Tanah Melawan Seorang Yang Diduga Mafia Tanah di Sokokulon Margorejo
PATI, JATENG- Seorang Pria yang mengaku ahli waris dari Pemilik tanah pekarangan, menghalang-halangi kegiatan pembersihan tanah pekarangan milik Sri Ngatirah Rahayu, hingga terjadi adu argumen memanas antar kedua belah pihak, Rabo, 14/12/22.
Adalah tanah bersertifikat Nomor 124 di desa Sokokulon Kecamatan Margorejo, atas nama Samadi Gangsar. Sementara, pemegang sertifikat adalah ahli waris Samadi Gangsar, yakni Sri Ngatirah Rahayu anak tunggal dan merupakan satu-satunya ahli waris Samadi Gangsar.
Sebagai ahli waris tunggal atas tanah pekarangan peninggalan orang tuanya, tentunya merasa berhak atas tanah tersebut. Ngatirah, panggilan akrab sri Ngatirah Rahayu, mengelola tanah tersebut sejak Alm. Bapaknya (Samadi Gangsar) meninggal dunia. Sampai dengan saat ini, oleh Ngatirah tanah tersebut dimanfaatkan sebagai kandang ayam. Dalam hal wajib pajak, Ngatirah sampai saat ini tak pernah absen membayar pajak tiap tahunnya.
Selama ini tidak ada masalah atas tanah tersebut, dan Sri Ngatirah bermaksud mengurus Penerbitan sertifikat pengganti karena sertifikat yang asli hilang. Proses sudah berjalan namun dihadang oleh oknum PR yang mengaku sudah menggugat dan memblokir sertifikat di BPN Pati.
Sebelumnya, Ngatirah sudah pernah bermaksud membersihkan pekarangan tersebut, namun dihalang-halangi oleh PR, dan Kegiatan pembersihan lahan tanah karang waktu itupun gagal.
Hari ini Sri Ngatirah Rahayu mencoba melakukan pembersihan lahan karangnya tersebut untuk yang kedua kalinya dengan didampingi LSM GJL (Gerakan Jalan Lurus), namun lagi-lagi dihalangi oleh PR. Belum juga turun ke pekarangan, oknum yang diduga Mafia Tanah ini kembali menghalangi dan terjadi perdebatan panjang antara Anggota GJL dengan terduga mafia tanah tersebut.
PR dengan arogannya mengusir Ngatirah Pemilik Tanah dan rombongan.
"Kalian mau apa, tanah ini bukan peninggalan kakekanmu (nenek moyangmu. red), tetapi peninggalan Sutongario, tanah harus dikosongkan, saya Magister Hukum saya sudah laporkan ke BPN, Kejari, Pengadilan dan kantor polisi", teriaknya dengan nada marah.
Ketika diajak adu data dengan menunjukkan bukti legal formalnya, PR tidak bisa menunjukkan bukti apapun, sedangkan Sri Ngatirah mampu menunjukkan bukti bayar pajak berupa SPPT serta Foto Copy sertifikat. Namun, lagi-lagi PR yang mengaku seorang sarjana Magister Hukum ini mengatakan bahwa sertifikat milik Samadi Gangsar tersebut adalah palsu.
PR berasumsi bahwa Persil yang ada di salinan kutipan C yang ada di Kantor Desa adalah palsu. Sambil terus ngotot tanpa bukti apapun, dia ngotot mengaku bahwa dia berhak atas tanah tersebut. Debat kusir terus berlanjut hingga pihak pemilik tanah mengalah untuk pergi.
Diketahui, Sutongario adalah pemegang C tanah yang ada di Persil tersebut. Oleh Samadi Gangsar (ayah Sri Ngatirah) pada 24/04/1978 sudah disertifikatkan, dengan nomor SHM 124.
"Sedari dulu tanah tersebut saya kelola, kemudian SPPT saya bawa ke BPKAD, di sana saya tanyakan, tupi ini lokasi tanahnya di mana Pak (Petugas pelayanan di Kantor BPKAD. red), petugasnya menjawab ya sesuai lokasi yang saya kelola ini, lalu oleh BPN ketika diploting untuk proses penggantian duplikat sertifikat hilang, lokasinya ya di situ, terus apa lagi yang salah?", beber Ngatirah.
Dalam kesempatan terpisah Sumadi, S.Ag, perwakilan dari GJL kepada awak media menjelaskan bahwa mengalah bukan berarti kalah.
"Kita mengalah dulu tidak apa-apa, sebenarnya yang berhak atas tanah itu ya ahli waris (Sri Ngatirah Rahayu. red), siapapun dia, sepanjang tidak bisa menunjukkan bukti apapun ya tidak perlu kita ladeni, ini masalah perdata, bahwa kebenaran itu berada di atas kertas, jadi tak perlu banyak kata", ungkap Sumadi.
"Untuk penerbitan sertifikat saya kira tidak ada masalah karena dari pengajuan keluar catatan bahwa, bidang tanah tidak sedang ditanggungkan, tidak terdapat blokir, tidak terdapat sita dan tidak terdapat riwayat khusus", lanjut Sumadi.
"Mungkin saja PR berusaha merampas tanah tersebut karena dia tahu sertifikat yang asli sudah hilang, kenapa tidak dari dulu semasa menjabat Kades, kok baru kali ini berusaha merebut setelah mengetahui sertifikat tidak dipegang Sri Ngatirah", tutur Sumadi menambahkan.
"Kita akan fokuskan dulu agar sertifikat jadi, setelah itu kita akan ambil jalur hukum, biar saja digugat biar dia pusing cari bukti-bukti pendukung, kita tinggal lihat tingkah mereka, itu adalah merupakan perbuatan melawan hukum, karena berusaha menguasai tanpa hak", tutup Sumadi.
Di sisi lain, Trimo, anggota GJL Margorejo menyesalkan pada Ketua Gerakan Jalan Lurus Kecamatan Margorejo yang tidak turut hadir di lokasi.
"Lha iyo! Ketua Gerakan Jalan Lurus Kecamatan Margorejo, Mas Bangun kok malah tidak hadir di lokasi ni gimana?, padahal juga dikasih surat tembusan lho!", ungkap Trimo dengan nada bertanya.
(Mury/Ruslan/Wina)
1 Komentar
GJl bersikan duri dalam masyarakat desa sokokulon,memang itu orang gila harta orang lain,
BalasHapus