Privatisasi pantai semakin masif, Kawali Jepara “Kepentingan Bisnis Jangan Mengalahkan Regulasi”




JEPARA -pertapakendeng.com, Kawasan sempadan pantai berstatus milik publik. Sehingga, kawasan tersebut tak boleh dijadikan tempat eksklusif atau dijadikan kawasan privat. Termasuk bagi penyedia layanan hotel atau restoran.

Privatisasi pantai telah diatur dan dilarang melalui Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Penjabarannya, Perpres tersebut mengatur soal sempadan pantai yang dimiliki seseorang atau perusahaan.

Terkait aturan saat membangun bangunan di pesisir pantai, batas sempadan itu minimal sepanjang 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Berdasarkan temuan adanya bangunan yang menyalahi pengaturan pemanfaatan area sempadan pantai di wilayah Kec. Kedung, Kec Tahunan pagi ini, Kawali Jepara melalui Kepala Bidang Hukum dan Advokasinya  Nur Said, SH.MH yang ditemui awak media memberikan tanggapan bahwa “ ibarat laut merupakan bagian jalan besar yang terletak di depan bangunan sementara kawasan pesisir pantai adalah trotoarnya. Kawasan pesisir pantai memiliki nilai ekologi dan sosial, karena itulah ada peraturan bernama garis sempadan pantai, sebagaimana sempadan jalan maupun sempadan sungai.” Terang Said

Garis sempadan tersebut merupakan garis batas area yang memang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai area terbangun. Area sempadan merupakan kawasan publik dan garis sempadan ini memiliki jarak berbeda-beda tergantung dari derajat bahaya hempasan air laut di masing-masing kawasan.

Peraturan Presiden RI Nomor 51 Tahun 2016 tentang batas sempadan pantai sebagai penjabaran UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (sebagaimana telah diubah UU no 1 Tahun 2014, mengatur bahwa sempadan pantai minimal adalah 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Sempadan pantai diartikan sebagai daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai “ujar Said.

Lebih lanjut Tri Hutomo sebagai Ketua Kawali Jepara, juga menjelaskan bahwa garis sempadan merupakan garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan/pagar. Sehingga pada prinsipnya, garis sempadan adalah garis batas antara kawasan publik dengan kawasan privat. Sehingga area sempadan merupakan kawasan publik yang sekaligus berfungsi sebagai area penyangga ekologis wilayah laut, danau dan sungai serta area jalan raya.

Realitasnya memang sering sekali kawasan pantai telah dikooptasi oleh para pemilik tanah di kawasan pesisir pantai, hingga berubah fungsi menjadi area privat. Kawasan wilayah pesisir pantai Jepara pun tidak luput dari kondisi tersebut, seperti halnya temuan adanya bangunan dan pagar permanen di wilayah RT 1 RW 1 Teluk Awur Tahunan Jepara.

Banyak pengelola akomodasi pariwisata di kawasan pesisir pantai Jepara (hotel, restoran, waterpost, dll) yang telah menjadikan pesisir pantai di area akomodasi mereka menjadi area privat. Padahal area sempadan sendiri selain berguna untuk aktivitas publik, juga berguna sebagai area kritis dalam menjaga keseimbangan kawasan alam dengan manusia.

Akibatnya, banyak kawasan pantai di Jepara yang tidak lagi bisa diakses masyarakat umum sebagai area publik sebagaimana diamanatkan undang-undang, sehingga patut dipertanyakan komitmen para pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam rekomendasi perijinan , pengawasan, dan penegakan aturan tata ruang wilayah, sehingga tidak hanya mementingkan para pengusaha atau pemilik modal saja. Akan tetapi kepentingan publik yang dilindungi undang-undang juga harus diperhatikan  . ”tegas ketua Kawali Jepara”.

(Santi Aji Pangestu)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html