BPKAD Jepara Terima Kritik Dan Saran, Sebagai Evaluasi Guna Perbaiki Kinerja Kedepan.




pertapakendeng.com, Jum'at, 19/11/21.

JEPARA- LSM Gerakan Jalan Lurus (GJL) dan Lindu Aji gelar audiensi dengan pihak DPKAD Jepara, di Ruang Rapat Pendopo kabupaten Jepara, Jum'at, 19 November 2021.

Hal ini dilakukan, menyikapi banyaknya pengaduan masyarakat di kantor GJL. Mereka secara umum mengeluhkan pelayanan DPKAD Jepara yang dirasa tak semudah slogan dan moto pelayanan. Baik batas waktu penyelesaian maupun besaran pengenaan pajak perolehan tanah.

Audiensi dimulai pada pukul 10.00 hingga 11.30 wib., menjelang Sholat Jum'at, dengan dihadiri oleh Ronji, Kepala DPKAD Jepara, didampingi Kendar, Kabid Pendapatan dan Ghofur, Kasubbid pendapatan, Ketua Umum GJL, Riyanta,S.H., Wasekjen GJL, Sumadi, Ketua GJL Jepara, Ali Shodiqin, Ketua Lindu Aji Jepara, dan beberapa anggota GJL dan Lindu Aji.

Dalam sambutannya, Kepala DPKAD mengatakan,  "Kepala seksi penetapan tidak bisa hadir karena menerima tamu dari Cilacap, mohon izin, sesuai surat yang dilayangkan oleh ketua umum GJL itu, adalah masalah BPHTB dan masalah kebijakan, kami mohon maaf karena BPKAD tidak memiliki kewenangan kebijakan apa apa, kami hanya melaksanakan tugas sesuai dengan regulasi yang ada, apapun itu pasti ada kekurangan di sana-sini dalam praktek di lapangan, makanya kalau masih ada yang kurang pas, harap bisa disampaikan kepada kami sebagai bahan evaluasi, karena ini merupakan bagian dari tugas tugas kami", tutur Ronji.

Sedangkan dalam pidatonya, Riyanta, S.H., menegaskan agar setiap pejabat pelayan publik memberikan pelayanan sesuai ketentuan undang-undang.
"Kami sarankan, agar setiap pejabat pelayan publik memberikan pelayanan sesuai ketentuan undang-undang 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, undang-undang 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, serta undang undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang baik dan tidak merasa dipersulit pejabat pelayan publik", tandas Riyanta.

"Kalau nilai transaksi Bu Badriyah yang 160 juta, kemudian oleh BPKAD dibuat 3 kali lipat untuk meningkatkan pajak, maka ini adalah merupakan kejahatan negara, ini harus dihentikan", papar Riyanta tegas.

Dalam penyampaian pendapat, mereka mengeluhkan biaya pengenaan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bumi dan Bangunan (BPHTB), yang seharusnya sesuai dengan Nilai Penerimaan Obyek Pajak (NPOP) atau yang masyarakat umum mengenalnya dengan nilai transaksi.
Namun selama ini mereka seolah dibebani untuk membayar pajak di luar nilai transaksi yang dilakukan.
Hal ini mereka tolak, pasalnya, itu berat bagi mereka, selain mereka merasa tidak melakukan transaksi dengan nilai tinggi, juga harga tanah itu dinilai tidak wajar di wilayah tersebut.

Badriyah (54) misalnya. Dia mengeluhkan pelayanan proses perubahan sertifikat yang memakan waktu lama. Badriyah menyebutkan, bahwa, "sertifikat saya tidak bisa segera diproses karena pembayaran pajak di BPKAD ditolak, hal ini disebabkan pajak yang saya bayarkan tidak sesuai harga tanah menurut ketentuan DPKAD, seperti itu kata notaris saya", tutur Badriyah.

"Saya tu sudah bayar Rp 12.500.000, dari beli tanah seharga 150jt, katanya masih kurang, jadi sertifikat ya ngangkrak, gak jadi", imbuhnya.

Hal tersebut tidak dibenarkan oleh pihak BPKAD, sebab baru menerima pembayaran pajak dari Badriyah dua Minggu lalu.
"Kami minta maaf, karena kami baru menerima pembayaran pajak dari Bu Badriyah melalui notarisnya pada tanggal 04 November 2021, artinya, terhitung baru 15 hari. Kalaupun Bu Badriyah sudah bayar dari kemarin ya kami tidak tahu", ujar Ronji Kepala DPKAD Jepara.

Sementara, Ghofur selaku Kasubbid pendapatan mengatakan, "begitu pembayaran pajak Bu Badriyah masuk, sampai sekarang urusan Bu Badriah di BPKAD sudah kami Proses dan sudah selesai, jadi di BPKAD sebenarnya tidak ada masalah, dan kami bekerja sesuai standar operasional prosedur pelayanan", tuturnya.

(Sumadi)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html