Peran Hasyim Asy'ari Dalam Perkembangan Pondok Pesantren Pada Masa penjajahan
Peran Hasyim Asy'ari Dalam Perkembangan Pondok Pesantren Pada Masa penjajahan
Oleh : Muhammad Azka Taufiqi
ABSTRAK
Siapa yang tak kenal dengan KH Hasyim Asy’ari, nama ini sangat popular apalagi di kalangan Pondok Pesantren dan juga warga Nahdliyin. Dia adalah pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Dalam perjuanganya, Hasyim juga memperjuangkan Pendidikan di Indonesia melalui Pendidikan di Pesantren.
Dalam perkembangan pondok pesantren di Indonesia, bukanlah hal yang mudah pada masa itu. Perlawanan demi perlawanan harus dihadapi oleh KH Hasyim Asy’ari. Masa itu adalah masa dimana Indonesia sedang dijajah oleh Colonial Belanda dan juga Jepang.
Dengan demikian perjuangan Hasyim Asy'ari bukan hal yang mudah dan sangat besar peranannya dalam perkembangan Pendidikan di Indonesia. Sehingga penulis ingin mengupas Peran KH Hasyim Asy’ari dalam Perkembangan Pondok Pesantren Pada Masa Penjajahan.
Kata Kunci: Pendidikan dan Perjuangan
PENDAHULUAN
Dunia pesantren di zaman sekarang sudah berkembang begitu banyaknya, tidak sulit untuk menemukan pesantren di Indonesia bahkan ditiap tiap daerah pasti terdapat pesntren didalamnya, apalagi di jawa, sangat banyak sekali. Bahkan d izaman sekarang pesantren bukan lagi minoritas, sekarang eksistensi dari pesantren sudah seimbang dengan Pendidikan umum di Indonesia, bahkan banyak orangtua yang lebih mempercayai untuk mensekolahkan anaknya ke pesantren karena lingkungan yang trejamin disan. Namun dengan besarnya nama pesantren sudah barang tentu dahulu ada tokoh tokoh yang memperjuangkan perkembangan pesantren di Indonesia, salah satunya KH. Hasyim Asy’ari.
PEMBAHASAN
Biografi KH. Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama besar di Indonesia, bukan hanya sebagai ulama besar saja namun juga seorang pahlawan nasional, beliau berasal dari jawa timur tepatnya didaerah jombang, lahir pada selasa kliwon, 24 Zulkaidah 1287 Maseh, di Pesantren Gedang, Tambakrejo ,Kabupaten Jombang. Beliau merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara putra dari pasangan kyai Asy’ari dan Nyai Halimah.
Dalam pendidikan, sosok Hasyim Asy'ari terkenal memiliki semangat yang kuat untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Semasa kecil hingga berusia 14 tahun, pendidikan Hasyim kecil didapatkan langsung dari ayah dan kakeknya, ialah Kyai Usman, yang juga pemimpin pesantren Ngedang di Jombang.
Setelah lama menimba ilmu dari ayah dan kakeknya, Hasyim kecil melanjutkan untuk menimba ilmu dari berbagai pesantren di Jawa dan melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada 1892.
Beberapa Guru KH Hasyim Asy'ari Ketika beliau menimba ilmu diantaranya, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Husein Al-Habsyi, Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Shata, Syekh Daghastani. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, dan Syekh Ibrahim Arab.
Tahun 1899 setelah M KH. Ketika Hasyim Asy'ari menuntut ilmu di Tanah Suci, Kiyai Hasyim mengadakan pengajian yang dalam waktu singkat dikenal banyak orang. Meski saat itu kawasan Tebu Ireng bukan Kawasan santri, namun kawasan Tebu Ireng saat itu lebih sering digunakan maksiat, sebagian besar warganya terbiasa berjudi, berzina bahkan merampok. Itu yang mendorong KH. Hasyim Asy'ari mendirikan Pondok Pesantren, dulunya lebih dikenal dengan pesantren Tebu Ireng. Semakin lama waktunya, semakin besar peran KH. Hasyim Asy'ari dalam dunia pendidikan Islam.
Dalam memperjuangkan pendidikan bukan hal yang mudah baginya banyak rintangan dan banyak halangan, terlebih lagi pada saat itu bukan masa-masa yang mudah untuk menyiarkan Pendidikan Islam dikarenakan keadaan pada saat itu Indonesia sedang dijajah oleh penjajah, tepatnya oleh Colonial Jepang. Lalu peran Kyai Hasyim Asy'ari dalam perjuangannya untuk menyiarkan pendidikan Islam di Indonesia mulai dari Pendidikan hingga perjuangan
Peran KH. Hasyim Asy’ari dalam Pendidikan Pesantren
Dalam mendirikan pesantren Kyai Hasyim Asy'ari sangat berperan dalam perkembangan pesantren, terutama saat masa penjajahan Kolonial Jepang, yang mana saat itu Dirinya mendirikan pesantren yang sekarang dikenal dengan nama pesantren Tebu Ireng. Dalam pendidikan menurut kyai Hasyim Asy'ari terdapat dua kualifikasi yang pertama makna penting pendidikan yaitu untuk meninggikan derajat orang-orang yang berilmu untuk mempertahankan predikat makhluk paling mulia yang dilekatkan pada manusia itu, bahkan dibanding dengan ahli ibadah sekalipun. Jadi di sini yang dimaksud oleh Kyai Hasyim Asy'ari yaitu pendidikan adalah upaya untuk meninggikan derajat orang-orang yang berilmu ketika orang mencari ilmu maka derajatnya akan ditinggikan oleh Allah.
Selanjutnya yang kedua pendidikan berfungsi pada kontribusinya untuk menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika , jadi yang dimaksud di sini itu pendidikan sebagai upaya manusia agar memiliki akhlak dalam berbudaya dan perhatikan karena akhlak adalah suatu hal yang penting yang diutamakan sebelum kita menimba ilmu. Dalam kedua uraian tadi suatu ilmu mempunyai makna bahwa seseorang yang berilmu dituntut untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmu kepada orang lain bukan hanya menerima ilmu namun juga mengajarkan ilmu karena tidak berguna ilmu seseorang jikalau tidak diamalkan kita juga wajib mengamalkan ilmu yang kita miliki agar orang yang mungkin belum tahu menjadi tahu karena kita sudah tahu. Dan juga agar membentuk masyarakat yang beretika agar paham akan budaya seperti kita.
Pemikiran yang dimiliki Hasyim Asy'ari ini sepaham dengan pemikiran pendahulunya. Ibnu jamaah beliau mengatakan bahwa kesibukan dalam mengamalkan suatu ilmu karena Allah itu lebih utama daripada melaksanakan aktivitas ibadah sunnah yang berupa salat puasa tasbih dan sebagainya karena manfaat ilmu itu merata untuk pemiliknya dan umat manusia lainnya sementara ibadah sunnah terbatas untuk pemiliknya saja. jadi jika dicermati pemikiran Ibnu jamaah adalah seseorang yang mencari ilmu dan mengamalkan ilmu itu lebih utama ditimbang orang yang ahli ibadah yang senantiasa salat puasa atau selain sebagainya tanpa memiliki ilmu jadi seorang alim seorang ulama seorang yang berilmu itu lebih tinggi derajatnya daripada ahli ibadah.
Sementara menurut kyai Hasyim Asy'ari tidak ada derajat yang lebih mulia daripada derajat nabi nabi sendiri adalah seorang pendidik sebagai uswah sebagai tauladan bagi sahabat-sahabatnya. oleh karena itu derajat ahli ibadah lebih rendah daripada ulama bahkan KH Hasyim Asy'ari sering mengutip hadis dan pendapat ulama serta menyatakan pendapatnya tentang perbandingan antara ibadah dengan ilmu.
Konsep yang dipaparkan oleh Ki Hasyim Asy'ari dalam pendidikan melalui kitab adab al alim wal muta'alim mengikuti logika itu aktif di mana beliau menjelaskan langsung dengan mengutip ayat-ayat Alquran hadis pendapat para ulama dan syair-syair para ahli Husna dengan konsep demikian seakan-akan KH Hasyim Asy'ari memberikan pembaca agar menangkap makna tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri, namun demikian ide-ide pemikirannya tampak jelas dari ayat-ayat hadits maupun pendapat ulama yang dipilihnya dari pilihan ayat ayat,hadits dan pendapat ulama tersebut ide pemikirannya dapat difahami.
Dari penjelasan di atas, dapat ambil kesimpulan bahwa arti pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari paling tidak terdapat dua :
Pertama, pentingnya pendidikan adalah mempertahankan predikat tertinggi yang melekat pada diri orang tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam uraiannya tentang kualitas dan ketinggian para ulama, bahkan dibandingkan dengan orang-orang yang beribadah.
Kedua, urgensi pendidikan terletak pada kenyataan bahwa ia berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang berbudaya dan bermoral. Rumusan ini tampak dalam penjabaran tujuan penelitian ilmiah yang hanya untuk praktek saja, pengalaman suatu ilmu berarti bahwa seorang terpelajar tentu harus menerjemahkannya ke dalam tingkah laku sosial yang santun, sehingga menjadi tingkah laku sosial yang berwibawa. moralitas akan tercipta.
Perjuangan KH Hasyim Asy’ari Dalam Perkembangan Pesantren
Ulama ulama Indonesia termasuk Hadhratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari (1871-1947) dalam mengajarkan agama islam masih menggunakan warisan ajaran Islam yang dibawa ke Indonesia oleh Wali Songo yaitu dengan jalan dakwah yang ramah dan menghormati budaya. Perjuangan tersebut tidak mudah dihadapi karena bangsa Indonesia berada dalam masa penjajahan pada saat itu.
Dalam keadaan terjajah kolonial Jepang saat itu, keyakinan beragama yang dimiliki masyarakat yang beragam, akan mudah bagi masyarakat akan Kembali kedalam kesesatan, sehingga kyai Hasyim Asy'ari Kembali terjun untuk memperkuat aqidah dan syariat Islam kepada umat Muslim Nusantara yang mana sebelumnya sudah dibentuk oleh wali songo. Tentunya sambil berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari penindasan para penjajah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan memperkuat ilmu.
Meski Kyai Hasyim Asy'ari memiliki ilmu agama, namun ia tidak menutup mata terhadap bangsa Indonesia yang masih terjajah. Keprihatiannya itu diungkapkan dalam pertemuan di Multazam dengan para sahabat seangkatannya dari Afrika, Asia dan juga dari negara-negara Arab sebelum Hasyim Asy'ari kembali ke Indonesia. Pertemuan berlangsung pada suatu hari selama bulan Ramadan, di Masjidil Haram Makkah. Singkat cerita, dari pertemuan itu, lahir kesepakatan diantara mereka untuk mengangkat sumpah di hadapan “Multazam”, dekat pintu Ka’bah untuk menyikapi kondisi di negara masing-masing yang dalam keadaan terjajah.
Isi perjanjian tersebut antara lain janji untuk ditepati ketika nantinya mereka tiba dan tinggal di negara masing-masing. Sedangkan janji itu berupa tekad untuk berjuang di jalan Allah SWT untuk menganut agama Islam, berusaha mempersatukan umat Islam dalam kegiatan menyebarkan ilmu dan memperdalam ilmu pengetahuan agama Islam. Bagi mereka, komitmen ini harus diawali dan dikonkretkan dengan sumpah. Karena pada saat itu kondisi dan situasi sosial politik negara-negara Timur hampir semuanya mengalami nasib yang sama dijajah oleh negara-negara Barat.
Pulang ke tanah air, KH Hasyim Asy’ari menepati janji dan sumpahnya Ketika di Multazam. Dia berkomitmen dengan sumpahnya untuk menyebarkan ilmu dan memperdalam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1899 M, beliau mendirikan Pesantren Tebu Ireng di Jombang, Jawa Timur. Dari pola pikir inilah terkumpul dan lahir calon-calon pejuang muslim yang tangguh yang mampu menjaga, melestarikan, mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam di seluruh Nusantara. Kiai Hasyim adalah seorang ulama abad ke-20 yang melahirkan ribuan misionaris. Tidak hanya bertujuan untuk memperkuat ilmu agama, pendirian pesantren juga untuk melawan kebiadaban penjajah Belanda dan Nippon (Jepang). Sejarah mencatat, hanya pesantren yang tidak mudah ditaklukkan penjajah. Dengan resistensi budayanya, Kiai Hasyim dan antek-anteknya tak pernah luput dari radar mata-mata Belanda. Protes budaya tahap awal yang dipimpin oleh para perenung menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya tempat menempa ilmu agama, tetapi juga tempat mobilisasi nasionalis, hingga akhirnya bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan yang mapan lahir dan batin.
Kemerdekaan ini tentu hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Namun tentu saja peran ulama pesantren tidak bisa dihindari sebagai fasilitator, fasilitator, dan negosiator. Asad Syihab mencatat, dalam mengelola pesantren, Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Kiai Hasyim Asy'ari terus menerus menghadapi segala kesulitan pemerintah Kolonial Belanda di Hindia Belanda, saat itu yang hanya menginginkan umat Islam berada pada posisi terbelakang agar tidak bisa melawan penjajahan. Belanda melakukan berbagai upaya, termasuk melakukan kekerasan dengan menghancurkan pesantren-pesantren. Untuk membenarkan tindakan represifnya, Belanda berargumen dan menuduh pondok sebagai tempat perusuh, pemberontak dan Islamis radikal.
Suatu ketika pemerintah Belanda mengalami ketakutan yang cukup besar ketika mengetahui bahwa Jepang akan datang menyerang Hindia Belanda, dan pemerintah Belanda mengetahui bahwa jumlah kekuatan musuhnya itu lebih besar dari kekuatannya, tentara Jepang lebih banyak daripada tentara Belanda, oleh karena itu pemerintah Belanda pun melakukan berbagai cara untuk mencegah rencana Jepang yang akan menyerangnya. Salah satu rencananya yaitu pemerintah Belanda meminta rakyat pribumi untuk dijadikan sebagai tentara Belanda
Ketika rencana tersebut diketahui oleh KH Hasyim Asy'ari, maka beliau langsung mengeluarkan fatwanya dan melarang umat Islam untuk menjadi tentara Belanda dan bekerja sama dengan mereka dalam bentuk apapun. Adapun fatwa yang dikeluarkan olehnya yaitu:
"Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan. Musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang dengan membawa tugas-tugas tentara Sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia".
Umat Islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia.
Kewajiban tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban tiap-tiap orang Islam (fardlu ‘ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam diperkenankan sembahyang jama' dan qasar). Adapun mereka yang berada di luar jarak tersebut.
Menurut KH Hasyim Asy'ari, umat Islam harus menjaga NKRI dari apapun yang mengancamnya, bukan hanya atas nama nasionalisme tetapi demi semangat umat Islam yang hidup di tanah air. Itu dalam pidatonya di KTT NU XVI di Purwekorto, pada 26-29 Maret 1946. KH Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa kejayaan Islam dan kebangkitan kembali syariatnya tidak dapat dicapai di negara-negara jajahan. Dengan kata lain, syariat Islam tidak dapat ditegakkan di negara-negara jajahan.
Tak hanya itu, tindakan Belanda juga mengancam keselamatan nyawa KH Hasyim Asy'ari, sehingga para santri saat itu berusaha sekuat tenaga untuk melindungi keselamatan gurunya, meski harus berhadapan dengan bedil musuh Belanda. Perlawanan Belanda mundur. Namun usahanya tidak pernah berhenti. Namun, semangat santri dan kaum muslimin semakin berkobar-kobar untuk mempertahankan tanah air dan kemerdekaan bangsa Indonesia
Dalam suatu kisah perjuangan kyai Hasyim Asy'ari yaitu kisah ketika Dia memperjuangkan pendidikan pada masa penjajahan Jepang. Suatu hari dikisahkan pendiri pondok pesantren Tebu Ireng Jombang dan pendiri Nahdlatul ulama yaitu kyai Hasyim Asy'ari ditangkap oleh tentara Nippon karena dianggap akan melakukan pemberontakan kepada tentara Nippon.
Ketika itu para tentara Jepang masuk ke dalam wilayah pondok pesantren Tebu Ireng dengan maksud untuk menangkap kyai Hasyim Ashari, namun dari pihak santri hendak melawannya, tapi perlawanan itu tidak ada gunanya karena tentara Jepang yang memiliki persenjataan lengkap dan lebih siap dari para santri, akhirnya berhasil menangkap KH Hasyim Asy'ari.
KH Hasyim Asy'ari pun diinterogasi dan disiksa habis-habisan oleh tentara Jepang, salah satu bentuk penyiksaan tentara Jepang terhadap KH Hasyim Asy'ari yaitu tangan beliau dipukul palu, dibuktikan pada sebuah foto ketika kyai Hasyim Asy'ari bertemu petinggi militer Jepang di Jakarta setelah insiden penangkapannya di Jombang, posisi tangannya di pangkuan seperti menahan rasa sakit akibat tangannya remuk dipukul palu saat beliau diinterogasi dan disiksa.
Bukan hanya KH Hasyim Asy'ari saja yang mendapatkan perlakuan keji dari tentara Jepang, ayah KH Abdul Wahid Hasyim, atau biasa disapa Gus Dur juga dipenjara dan disiksa tentara Jepang untuk alasan yang tidak pernah diperbuatnya.
Namun atas kegigihan para santri Tebu Ireng yang memberontak akan kebebasan Kyai Hasyim Asy'ari, akhirnya pun tentara Jepang memutuskan untuk membebaskan KH Hasyim Asy'ari dan juga mereka menyatakan bahwa KH Hasyim Asy'ari tidak terbukti akan melakukan pemberontakan.
Sepulang KH Hasyim Asy'ari dari markas Jepang dengan posisi telapak tangan kirinya yang masih remuk karena dipukul palu saat dipenjara Jepang. Pada 1942 Kyai Hasyim Asy'ari beserta beberapa santri ditahan kembali karena menolak untuk melakukan seikerei, saat penjajahan Jepang berlangsung seikerei adalah suatu kewajiban bagi rakyat Indonesia kala itu. Seikerei sendiri yaitu sebuah penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan ketaatan pada Dewa Matahari. Seikerei ini dilakukan dengan membungkuk ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi.
Tentu saja jelas bahwa KH Hasyim Asy'ari menolak Seikerei, karena hanya Allah yang berhak disembah, bukan manusia atau matahari. Di penjara ini, Kyai Hasyim Asy'ari disiksa dengan kejam, bahkan salah satu jarinya dipatahkan sehingga tidak bisa digerakkan. Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1942, Kyai Hasyim Asy'ari mendekam di penjara Jepang selama 4 bulan. Asy'ari baru dibebaskan setelah banyak protes dari para Kyai dan para santri.
Dari sini terlihat keberhasilan KH Hasyim Asy'ari dalam mendidik dan memperjuangkan agama Islam kepada para masyarakat Indonesia, yaitu para santri yang mana mereka sangat gigih sekali dalam membela agamanya. Juga begitu ta'dhimnya mereka pada gurunya. Tanpa kenal takut para santri gigih memperjuangkan Indonesia dan juga memperjuangkan agamanya dari penjajahan Jepang pada saat itu.
(Sutarso)
Editor/ Publiser: Sumadi
0 Komentar